Mengerti dan sadarkah kau yang merasa? Kau terlampau seleksi evolusi menjadi kepala, entah legal atau ilegal. Berperan sebagai pengesah komitmen yang bermaung dari paradigma struktur bawahanmu. Dikotomi lumpuh, konsep-konsep khusus layaknya gempa bumi dan tetap berakhir pada lembaran kertas bernilai rupiah. Jika telah paten dan jumud, maka tidak relevan untuk terikat pada setiap hubungan sel yang membentuk kualitas otak manusia tanpa parameter kemampuan. Praksis afkir pelbagai kritik aroma suci, kau tampik semua itu dengan hipotesismu - keras tak gentar tapi aneh serupa pekik-pekik anak di bawah umur tujuh tahun yang memberontak tanpa nalar.
Ruang ini memang sangat kontradiktif, menumbuhkan distingsi positif dan negatif tapi seantero distingsi itu tak lagi memberi profit. Meskipun positif dominatif, bagaimana mampu membenih positif jika kepala hipokrit ini eksis berakal entrepreneur "koplo". Kau bangga dengan persetujuan paksa pada bawahanmu serupa retrospeksi jaman penjajahan belanda maupun jepang. Memang tak berguna tak bertuah jika yang berkuasa seorang tiran seperti kau.
Kau buat suatu stipulasi empat mata dengan para wali yang hanya ingin mengejar label kualitas pandangan. Kau bandrol harga setiap kayu membuah bangku dalam ruang termaksimalkan empat puluh jiwa, harga setinggi cakrawala, resiko sedalam perut bumi. Metode afirmatif dengan bujuk rayu, kau beri iming-iming fasilitas setaraf internasional penuh privilese. Tanpa tendesi curiga tengik para wali konfirmasi stipulasimu.
Akhirnya, semua berjalan melampaui terjal hari penerimaan, melampaui hitungan semester tanpa elaborasi perubahan kualitas ruang yang signifikan. Semua hanya stipulasi busukmu yang terangkat di atas bandosa janji dan siap menyatu dalam tanah kotor perjudian. Kini pun mereka yang bersetuju dan bersetubuh dalam konspirasimu - penuh acuh - hidup tenang. Solider para wali setengah tak berkutik jika mengenang masa manis terdahulu. Konstelasi lembaga ini pasti hancur dalam bila kau eksis seperti ini, digantikan pun kau tak mau, mau apa kau ini?
Lebih baik memberontak! Tak mundur dihadang dinding konstabelmu, anjing!!!
Krishna Ramdhannanda,
Salatiga, pertengahan Maret 2010.
Kamis, 18 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar